Tuesday, October 05, 2004

Industri Pertanian yang Ramah Lingkungan; Potret Masa Depan Pertanian

Kemunduran pada Industri Pertanian

Dewasa ini diperhitungkan angka rata-rata Jepang berswasembada pangan adalah 40%, sebuah angka yang cukup rendah bila dibandingkan dengan negara-negara industri lainnya. Walaupun masyarakat uni Eropa telah mengimplementasikan ukuran standar yang tinggi untuk proteksi hasil bumi mereka, Jepang menebas angka untuk jagung, gandum, kacang kedelai dan hewan ternak menjadi nol. Sebagai hasilnya, produksi lokal untuk aspek-aspek tersebut merosot dan menempati ranking yang teramat rendah. Sementara itu, konsumsi beras per kapita sebagai bahan makanan pokok warga Jepang juga terus-menerus merosot. Dahulu, beras dan nasi merupakan bahan makanan utama, namun keadaannya telah berbalik sekarang. Melihat perkembangan pertanian Jepang, tidak heran jika produksi beras terus berkurang dari hari ke hari. Dewasa ini, roti dan mie yang sering dimakan sebagai pengganti nasi, terbuat dari gandum impor.

Di luar seluruh ketidakseimbangan ini, 120 juta warga Jepang memiliki standar hidup yang tinggi, dan pasar lokal untuk produk pertanian sebenarnya cukup melimpah. Konsumen Jepang sangat selektif dalam memilih bahan makanan mereka, dan menghabiskan lebih banyak makanan daripada penduduk Amerika serta negara-negara lain.
Fokus pada peran pertanian multifungsional, salah satu yang menelaah masalah pemeliharaan baik komunitas lokal maupun lingkungan hidup, pertama kali dikembangkan di Eropa. Kemudian pada pertengahan era 90-an, penduduk Jepang juga mulai memandang industri pertanian dari sudut pandang yang sama seperti orang Eropa.

Globalisasi Industri Pertanian

Globalisasi industri pertanian dapat juga disebut sebagai ekspansi perdagangan produk-produk pertanian. Karena perdagangan produk pertanian telah meluas, maka serentetan konvensi untuk mendiskusikan masalah tersebut pun diadakan.
Agenda diskusi tersebut meluas selama Pertemuan Uruguay tahun 2986 hingga 1993, untuk mengikutsertakan pertimbangan atas kebijakan mengenai pertanian domestik. Subsidi pemerintah seringkali digunakan untuk mendukung perkembangan sektor pertanian. Dengan demikian, kebijakan domestik memiliki peran utama dalam menentukan harga dari hasil bumi.

Selama Pertemuan Uruguay, kebijakan pertanian domestik dikelompokkan ke dalam kategori yang diperlukan dan tidak diperlukan. Sebagai hasil dari Pertemuan Uruguay, General Agreement on Tariffs & Trades (GATT) – Kesepakatan Harga & Perdagangan bertanggung jawab kepada Organisasi Perdagangan Dunia untuk menyusun peraturan perdagangan internasional.

Tren pada saat ini adalah mengikutsertakan pertimbangan atas peran pertanian multifungsional pada setiap negara.

Undang-undang Baru

Menanggapi perkembangan dunia luas ini, sebuah undang-undang yang baru tentang industri pertanian diluncurkan di Jepang pada tahun 1999. kerangka undang-undang baru ini adalah untuk menstabilkan pasokan pangan domestik, dan untuk pemeliharaan daerah pinggiran. Undang-undang tersebut secara gamblang menjelaskan bahwa produksi domestik harus naik dan mencapai angka swasembada pangan 45% pada tahun 2010. Seperti halnya pertanian, undang-undang baru tersebut memperkenalkan 2 poin baru sebagai fokus, yaitu pangan & daerah pinggiran.

Pertama, masalah pangan berkaitan dengan pandangan konsumen. Pendekatan ini telah difasilitasi secara lebih baik melalui labelisasi makanan.
Kebijakan labelisasi makanan telah pula membuat proses pembubuhan label pada makanan tersebut sebuah kewajiban. Kemudian, labelisasi untuk makanan yang dimodifikasi secara genetik dicanangkan pada tahun 2001.

Dampak dari undang-undang baru terhadap industri pertanian dapat dilihat dari perubahan besar yang terjadi pada kebijakan produksi beras. Pemerintah tidak lagi ikut serta untuk menaikkan harga beras. Sebaliknya, harga ditentukan oleh pasar. Pemerintah hanya membeli beras cadangan. Pada saat harga beras merosot, pemerintah akan menerapkan langkah non-price related untuk membantu para petani menstabilkan kembali pemasukan mereka.

Rencana dasar untuk daerah pinggiran juga memerlukan pembayaran langsung dari pemerintah kepada petani di daerah pegunungan dan perbukitan, mirip dengan pembayaran yang dipakai di Amerika Utara dan Eropa, dalam rangka memberi semangat kepada para petani untuk tetap menggarap lahan yang ada.

Jalan Ke Depan

Saat ini, kurang dari 5% populasi penduduk Jepang bekerja di bidang pertanian & kehutanan. Namun bila seseorang melihat kepada kontribusi yang diberikan oleh industri pertanian dalam termin peran multifungsionalnya dan dalam memelihara biodiversity, industri pertanian lebih signifikan daripada indikator ekonomi sederhana lainnya.

Warga Jepang pada akhirnya memainkan peran penting dalam penganekaragaman peran industri pertanian. Sebuah pendekatan terhadap industri pertanian yang memasukkan konsumen yang mendukung keamanan & kelestarian lingkungan hidup telah menjadi kenyataan.

Bagaimana dengan keadaan di negara kita sendiri? Dapatkah kita mencontoh apa yang telah dilakukan negara lain untuk diimplementasikan di negara kita sendiri? Prinsip dasar yang dilakukan di negara lain umumnya dapat diimplementasikan di mana saja, termasuk di negara kita. Permasalahan utamanya terdapat pada kemampuan dan kegigihan sumber daya manusia bangsa ini, juga kesadaran atas pentingnya memelihara lingkungan kelestarian hidup.



Dari berbagai sumber

No comments: