Monday, February 28, 2005

The Diary; Aku Hari Ini...

memang aku belum menjadi "aku" yang baru, tapi aku hari ini tak lagi sama dengan "aku" yang kemarin.

The Diary; Dalam Kesenduan Senja Hari Ini...

"Kopi Selasar", Sabtu, 26 Februari 2005

Saat aku duduk sendiri di sofa kayu Selasar sambil merasakan sejuknya hawa mendung hari ini, baru aku sadari sepenuhnya, bahwa hal-hal romantis seperti ini hanya bisa aku nikmati sendiri. Hanya aku dan diriku dan hatiku dan jiwaku saja. Dan aku bersyukur karena aku tak harus lagi berbagi denganmu, karena belum tentu kau bisa menghargai keindahan dan kesenduan ini. Memang ada sedikit kesunyian yang terasa mengisi rongga hati, namun itu justru menambah khusuk aku dalam menikmati sore ini. Merasakan kebebasan diri. Membiarkan sayap-sayap jiwaku mengembang dan terbang tinggu meninggalkan semua kejenuhan. Meretas sepi seperti ini tak membuatku merasa kesepian. Kesendirian itu kadang indah dan bebas. Merasakan udara sore yang sejuk berair sambil memandangi hijaunya pepohonan. Rasanya ini adalah momen terbaik dalam hidupku sejak berpisah darimu. Saat air mataku telah kering. Saat semua caci maki tak lagi bisa terucapkan [karena tak lagi ada kata-kata yang tepat]. Saat hati dan perasaan mulai perlu ditata kembali. Kesendirian seperti ini lah yang aku perlukan. Waktu di mana aku bisa membebaskan jiwa dan pikiranku dari segala rutinitas kehidupan yang membosankan.

Wednesday, February 23, 2005

The Diary; Rindu ini tak lagi bertuan

Rindu ini tak lagi bertuan... Sebab yang 'kurindu hanya sosok abstraknya, aku tak lagi bisa bertemu. Tak mau. Dan tak sudi. Tapi memang tak mudah memendam rindu yang tak bertuan. Tak punya tempat untuk mencurahkan. Tak ada bahu untuk disandari. Tak ada dada untuk disandari. Tapi memang aku tak pernah punya. Jadi tak seharusnya kenangan manis ini membuatku getir. Sebab memang tak ada yang manis untuk dikenang. Hanya khayal semu tentang apa yang ingin 'kudapatkan.
Rindu ini tak lagi bertuan... Maka biarlah aku berjalan sendiri membawa semua pedih dalam hati. Karena tak pernah aku miliki bahu dan dada untuk disandari.

Tuesday, February 22, 2005

The Diary; Bandung hari ini....

Bandung hari ini.... Mendung sudah membayangi langit, tapi hujan tak jadi turun. Hanya mendung yang menggantung berat kelabu. Mendung hari ini, persis seperti hatiku. Berat menggantung dan kelabu, namun hujannya tak tercurah. Ah.... aku hanya seseorang yang tinggal di dunia nan luas ini. Satu orang biasa yang tak terlihat di antara kerumunan sekian banyak manusia. Tak ada gunanya mendiskusikan hatiku yang kelabu atau air mata yang tak pernah jatuh.
Bandung hari ini.... Sejenak manisnya kenangan masa lalu melintasi batas pikiranku dengan kurang ajarnya, namun cepat aku tepiskan semua karena tak ada gunanya meratapi manisnya masa lalu. Aku bukan seseorang yang bergelut dengan masa lalu, maka biarlah ia membayangiku, namun jangan sampai ia mengahalangi langkahku.
Bandung hari ini.... Biarlah langit tak biru hari ini. Biarlah hujan tak jadi turun lagi. Biarlah angin bertiup kencang tanpa butiran hujan. Biarlah aku dengan hatiku. Biarlah aku dengan masa laluku. Biarlah aku melangkah tanpa sisa kenangan di waktu yang telah lalu. Biarlah aku melangkah sendiri untuk saat ini, karena setiap orang perlu waktu untuk merenungi hatinya masing-masing. Biarlah aku tentukan, sekarang lah waktuku.
~ di kantor, saat manis terasa pahit dan pahit semakin getir... ~

Wednesday, February 16, 2005

The Diary; Di Balik Badai Hari Ini

Hari ini hujan turun deras....deras..... sekali....! Dari balik jendela aku bisa melihat warna angin yang memutih.... Aneh. Ada keindahan di dalam badai hari ini. Mungkin aku tak akan berpikir seperti ini jika aku harus berada di bawah guyurannya. Namun saat ini, aku melihat harmoni antara rinai rapat yang turun, angin yang memutih dan kilatan petir di langit yang biru kelabu. Jika hati dan perasaanku bisa dilukiskan, mungkin akan seperti badai hari ini. Dingin. Kencang. Menyakitkan. Kelabu. Jika badai ini bisa dideskripsikan dalam kata-kata lain, mungkin akan sama artinya dengan "galau", "gundah", "gulana", "kemarahan", "kekecewaan".
Hujan yang turun bersama angin kencang ini bagiku sangat indah. Mengerikan, tapi di balik deru angin yang menghembus dan guyuran rinainya yang sangat rapat, ada keindahan tersendiri yang terlukis. Warna putih angin bercampur air bagai lukisan di udara.
Mungkin aku memang seseorang yang aneh. Tapi aku bisa merasakan apa yang tak dirasakan orang lain. Di balik badai hari ini, ada kesepian yang menusuk sampai ke rongga hatiku yang paling dalam.....

Saturday, February 12, 2005

The Diary; Sebuah Penantian

Bandung, 12 February 2005
[Sebentar lagi Valentine's Day]

sudah sekian lama aku menanti,
luka hati sungguh telah membusuk
tak lagi tersisa rasa itu...
tinggallah aku di sini menanti
kapan kiranya 'kan berakhir...?

satu sayapku masih terbelenggu
maka masih 'ku nanti lepasnya kunci itu
sebab aku ingin segera terbang bebas
tanpa ada apa punmenghalangiku...