Monday, April 30, 2007

Aku Selalu Tahu

Aku selalu tahu, bahwa jika aku bekerja dengan sepenuh hati, maka aku akan mendapatkan kepuasan dalam bekerja. Dan aku juga tahu, jika aku mencintai pekerjaanku atau apapun yang aku tekuni, maka aku akan mampu mengatasi segala kendala yang datang. Aku tahu, apa yang aku lakukan sekarang ini adalah apa yang telah lama menjadi cita-cita idealisku. Tapi ternyata di luar dugaan, aku juga menyimpan benih-benih kekecewaan. Dulu aku memiliki abstraksi sendiri tentang pekerja LSM. Aku bermimpi akan bertemu dengan orang-orang yang memiliki idealisme tinggi, bekerja dengan hati, penuh devosi dan tanggung jawab moral. Namun ternyata aku harus mengubur abstraksi itu dalam-dalam, karena ternyata sebagian besar dari mereka tidak seperti apa yang aku bayangkan.

Aku meninggalkan dunia bisnis karena aku merasa dunia itu penuh dengan kemunafikan dan materialisme. Belum lagi tekanan-tekanan dari pekerjaan yang kejar deadline. Aku berharap bisa menemukan atmosfer yang berbeda dengan menjadi pekerja LSM. Ternyata, aku dihadapkan pada sebuah kenyataan yang sangat mencengangkan. Tidak ada yang bekerja dengan idealisme dan tanpa materialisme. Semua orang seolah bekerja untuk mencari keuntungan pribadi. Mereka semua mencari celah untuk mendapatkan keuntungan bagi dirinya sendiri. Benar-benar bukan mentalitas pekerja LSM yang ada dalam benakku selama ini.

Lalu aku jatuh ke dalam jurang kekecewaan. Kecewa karena ternyata dunia baru yang aku masuki tak ada bedanya dengan dunia bisnis yang penuh dengan persaingan kotor dan materialisme. Mereka tak lagi bekerja dengan idealisme. Mereka bekerja untuk materialisme dan membusungkan dada mereka yang diberi papan nama “AKTIVIS”. Papan nama yang mereka pasang sendiri, bukan hasil penghargaan orang lain. Mereka bekerja dengan meminta pengakuan dan penghargaan ataupun rasa hormat dari orang lain. Mereka tidak sadar bahwa penghargaan dan rasa hormat bukan lah sesuatu yang bisa mereka minta dari orang lain. Siapa pun tidak berhak untuk meminta orang lain memberikan penghargaan atau rasa hormat. Penghargaan dan rasa hormat adalah sesuatu yang kita dapatkan sebagai bonus dari apa yang telah kita lakukan. Aku tidak wajib memberikan penghargaan dan rasa hormat kepada siapa pun. Aku hanya akan memberikan penghargaan dan rasa hormatku kepada orang yang memang layak menerimanya. Sayang, orang-orang di sekitarku begitu tergila-gila dengan hal itu, hingga mereka berani mengemis, meminta orang lain untuk menghargai dan menghormati mereka…! Pathetic… so shallow…

Aku masih bekerja dengan sepenuh hati. Dan aku juga masih mencintai pekerjaanku. Tapi aku kecewa karena aku tidak mampu membangun idealisme bagi orang-orang di sekitarku. Mereka masih penuh rasa takut dan hutang budi. Berusaha terlihat berjiwa sosial dengan menjadi Robin Hood. Bagiku, merampok adalah merampok. Tidak peduli hasil rampokan itu diserahkan kepada orang miskin atau digunakan sendiri. Jika kita memang tidak mampu memberi makan orang lain, kita tidak perlu mencuri dari orang lain hanya demi sepotong rasa terima kasih dari orang yang memang lapar. Itu sama saja membodohi. Mengapa kita harus melakukan itu semua? Apakah karena gila pujian? Gila good image? Gila heroic image? Atau sebenarnya karena memang belum memiliki jati diri yang utuh? Aku tidak tahu. Aku tidak bisa mengerti. Mengapa kita harus membodohi orang lain demi mendapatkan nama baik?

Aku masih bekerja dengan idealismeku sendiri. Meskipun aku dikelilingi orang-orang munafik yang melabeli diri mereka sebagai pekerja LSM, tetapi lebih suka pergi ke sebuah pertemuan yang memberikan penggantian uang transport dengan jumlah lumayan, daripada menghadiri pelatihan yang tidak memberikan uang saku bagi pesertanya. Aku harus bekerja di tengah orang-orang berpikiran picik dan sempit. Orang-orang yang mengaku aktivis, tapi menolak dengan seribu satu alasan ketika diminta untuk menghadiri aksi solidaritas yang mengharuskan mereka merogoh koceknya sendiri.

Aku masih bekerja dengan idealismeku, meskipun aku kecewa. Aku harus bekerja di tengah-tengah orang yang tidak mengerti manajemen organisasi tapi bertingkah seolah mereka yang paling pintar. Aku kecewa karena aku harus menutupi perbuatan brengsek orang-orang yang telah menebarkan publisitas negatif di luar. Dan aku hanya bisa menelan ludah ketika caci maki terhadap orang-orang itu disampaikan kepadaku. Aku harus bekerja dengan orang-orang yang tidak mampu menjaga kelakuan mereka dan akhirnya melemparkan getahnya kepadaku. Aku tidak mengerti, bagaimana mereka dengan seenaknya mencoreng wajah mereka sendiri sekaligus wajah teman-temannya. Aku tidak habis pikir, bagaimana mereka bisa berkelakuan begitu tidak terarah sehingga melakukan hal-hal yang bertentangan dengan pekerjaan mereka.

Aku masih mencintai pekerjaanku, meskipun aku kecewa. Karena ternyata orang-orang di sekitarku tak punya nyali dan lebih suka play safe demi menyelamatkan their own ass! Mereka tak punya nyali, tapi berlagak jadi orang yang paling berani. Berlagak menjadi orang yang telah melakukan perubahan besar. Padahal aku tak melihat hasil yang signifikan! Bahkan mereka bicara dengan bahasa yang seringkali tidak aku mengerti. So typical of Indonesian. Berbunga-bunga dan tidak bisa to the point!

Aku akan terus bekerja dengan idealismeku, meskipun ada orang-orang yang merasa terancam dengan keberadaanku. Mereka yang merasa aku telah memotong jalur mereka. Mereka yang tidak pernah melakukan apa-apa tapi ingin diperhitungkan. Mereka yang tidak mau maju selangkah tapi tidak suka ketika orang lain berani mengambil resiko untuk maju selangkah. Mereka yang ingin diperhitungkan, tapi berdiskusi pun tak becus! Mereka yang selalu mengkambinghitamkan kelebihan yang aku miliki.

Aku sebenarnya sudah cukup muak. Tapi aku ingin menunjukkan kepada orang-orang itu, bahwa begini lah yang harus mereka lakukan sejak dulu jika ingin maju dan diperhitungkan. Aku muak! Tapi aku belum mau berhenti. Tidak sebelum mereka memberikan pengakuan bahwa apa yang mereka kerjakan selama ini adalah munafik…!

[Lembang – 30 April 2007]

2 comments:

Anonymous said...

Dari dulu LSM memang begitu mbak... kalau tidak cari untung dari uang dalam kadang cari untung dari saku saku orang lain dengan menjual penderitaan dan lain lain yang juga adalah hasil hiperbola. Bukan cuma mbak yang muak, banyak diluar sana yang jauh lebih muak mbak... semoga mbak bukan dan tidak pernah jadi orang yang mencuri hak orang lain mbak, baik dari dalam LSM maupun dari individu individu luar, karena pencuri tetap pencuri meskipun menunjuk orang pencuri.

Anonymous said...

LSM awal kelahirannya emang idealis, karena LSM dipakai sebagai alat gerakan politik. Tapi sekarang LSM justru diisi oleh orang2 yang nggak jelas sejarah gerakannya. Akhirnya cuma untuk mencari uang saja. Satu lagi, ini juga kesalahan lembaga donor(internasional) yang "sengaja" memoderasi program populis menjadi program karitatif. Untuk isu HIV, mana ada donor yang mau mendanai pengorganisasian ODHA agar mandiri atau misalnya bikin serikat ODHA. Mereka akan mendanai di kesehatan untuk ODHA aja. sama juga di isu buruh. Donor tidak akan mendanai kalau tuntutan buruh sampai ke hak berpolitik. yang didanai paling banter ya bikin serikat, atau hak cuti hamil bla..bla
Kalau mau idealis,tolak Donor yang sebenarnya kepanjangan dari neoliberalisme. Masih banyak solidaritas internasional yang bekerja dengan hati dan bisa hidup tanpa donor.
kalau soal kemunafikan, dimana-mana juga ada. Pilihannya terlibat atau terlibas. tetap berbuat sesuatu di sistem yang busuk atau terlibas keluar sitem dan tidak merubah apapun. Dan ini soal pilihan saja.