Friday, March 24, 2006

Cerita kecil di suatu senja...


Matahari senja merayap lambat, seolah enggan meninggalkan langit yang makin gelap. Perempuan itu berjalan sendiri di tengah kembang padang ilalang yang sedang memutih. Angin senja yang sejuk namun kering berhembus perlahan, bawa sejuta memoar yang hampir terkubur dalam hatinya. Matanya redup memandang langit senja yang juga muram. Pikirannya entah di mana. Separuh jiwanya hilang entah ke mana. Mungkin terbawa angin senja. Pergi menuju dunia baru yang dirindukannya.

Senja seolah berhenti. Matahari tak kunjung benam, langit merebak jingga keunguan. Perempuan itu melihat refleksi kehidupannya tergambar jelas di bentangan langit sore. Lahir. Tumbuh. Berteman. Bergaul. Berkencan. Bunuh diri. Mencintai. Membenci. Kecewa. Menunggu. Terhina. Sakit. Jatuh. Tertawa. Menangis. Terpaksa. Marah. Hancur. Bertahan. Mandiri. Tersenyum. Mencaci. Dicaci. Terpuruk. Membela. Pahit. Getir. Manis. Gelisah. Dihakimi. Divonis.

Perempuan itu bediri di tepian padang ilalang, di bawah naungan langit senja yang membeku. Berdiri sendiri dengan hati yang tinggal sepotong kecil. Dulu, ia masih punya sepotong hati yang sudah setengah beku dan penuh ruam. Lalu, diserahkannya sisa hatinya kepada seseorang yang telah bersumpah atas nama langit, akan menjaganya. Berjanji tak akan merobek-robek hati yang tinggal sekeping itu. Perempuan itu masih menyisakan sepotong kecil hati dalam genggamannya. Dan itu lah yang sekarang tersisa dari seluruh dirinya. Telanjang, dengan secarik hati yang sudah compang-camping. Menatap senja dengan pandangan mengabut.

Atas nama cinta dan kejujuran, aku percayakan potongan hatiku…
Atas nama cinta dan kejujuran, aku terluka…
Atas nama cinta dan kejujuran, aku terhempas jatuh…
Atas nama cinta dan kejujuran, aku mencoba bangkit…
Atas nama cinta dan kejujuran, aku terpuruk di sudut terkelam dunia…


Secarik kenangan berkelebat dalam pikirannya…

“Biarkan aku memiliki hatimu. Aku akan menjaganya. Percayalah. Tak akan aku robek-robek.”

“Aku akan menjaga hatimu, dirimu, jiwamu. Aku tak akan meninggalkanmu. Izinkan aku menjagamu sepanjang hidupku…”

Saat ini…
Perempuan itu berdiri sendiri di tepian dunia yang sunyi. Mencoba untuk mengerti apa yang dilakukan dunia kepadanya. Perempuan itu membuka genggamannya. Ada sekeping kecil hatinya tertinggal di sana. Perempuan itu tidak mengerti, mengapa ruam-ruam itu makin menghitam. Bukankah seseorang telah menjaga hatinya yang tinggal sepotong? Lalu, mengapa sekarang potongan itu semakin mengecil? Apakah sang penjaga hati tak benar-benar menjalankan tugasnya? Atau ia sendiri yang telah salah mempercayakan jiwanya? Perempuan itu tertegun dengan ribuan pertanyaan di kepalanya. Tak mengerti. Hanya ada kelebat potongan kenangan lain yang terlintas di benaknya yang mulai kosong…

“Aku telah memberikan hatiku yang tinggal sepotong dan compang-camping kepadamu. Aku hanya berharap kau sudi menjaganya, karena hanya itu yang tersisa dariku…”

“Aku tahu, tak banyak yang tersisa dariku, tapi aku telah berikan seluruh yang tersisa dariku kepadamu. Semua yang tersisa dariku adalah milikmu.”

Perempuan itu menatap langit senja dengan nanar. Pandangannya mengabut oleh butiran kristal yang terjatuh tanpa perintah darinya.
Di sana, di tepian dunia yang sepi ia berdiri. Berharap dapat terobati segala luka jiwa. Berharap seulur tangan akan menggenggamnya. Berharap satu rengkuhan akan datang menenangkan jiwanya yang gundah. Namun hanya hembus bayu yang selimuti dirinya.

Perempuan itu masih berdiri sendiri. Mencoba menantang dunia yang mendesaknya hingga ke sudut tergelap dalam hidupnya. Di genggamannya masih ada sekeping hati yang ruamnya mulai menghitam. Tak tahu apa yang harus dilakukannya, perempuan itu hanya berdiri di bawah langit senja. Menatap matahari yang terbenam dengan lambat. Ditunggunya percik-percik sinar matahari memenuhi sudut-sudt jiwanya yang kelam. Perempuan itu masih menunggu. Menunggu. Dan menunggu. Entah sampai kapan. Mungkin hingga matahari tak lagi terbit di langitnya.


Oh, betapa ku saat ini
Ku benci untuk mencinta
Mencintaimu
Oh, betapa ku saat ini
Ku cinta untuk untuk membenci
Membencimu
Aku tak tahu apa yang terjadi
Antara aku dan kau
Yang ku tahu pasti
Ku benci untuk mencintaimu

[Benci Untuk Mencinta – NAIF]



No comments: