Bandung, 2 Desember 2006
Saturday, December 02, 2006
Thursday, November 23, 2006
Kana mengamati butiran pasir yang terselip di sela jari kakinya. Pasir itu terasa hangat. Baru pukul empat sore lebih sedikit, matahari belum turun di pantai ini. Kana menikmati sinarnya yang hangat, ia tak peduli teriknya akan menghitamkan kulit. Liburan. Begitulah yang ada dalam pikirannya saat itu. Tiba-tiba Kana merasakan jemarinya digenggam. Damar. Kana tersenyum dalam hati. Akhirnya ia bisa juga berjalan menyusuri pasir pantai Kuta bersama laki-laki itu. Tak banyak yang diinginkannya, hanya menikmati matahari yang tenggelam dan langit senja yang indah di pantai bersama Damar. Pantai mana pun, Kana tak peduli, asalkan bersama Damar.
Kana dan Damar duduk di atas pasir, tepat di depan matahari. “Do’aku terjawab sudah” ujar Kana dalam hati. Sebelum berangkat, Kana hanya meminta satu hal. Ia ingin berjalan menyusuri pantai, lalu duduk memandangi matahari yang terbenam dengan Damar di sisinya. Kana merasakan melankoli yang aneh dalam hatinya. Menikmati senja di pantai bukan lah sesuatu yang bisa dilakukannya setiap hari, apalagi dengan Damar di sisinya.
Matahari masih bersinar terik, tapi hati Kana terasa sejuk. Andai saja mereka bisa seperti itu setiap hari. Tapi mereka tak bisa seperti itu setiap hari. Karenanya, Kana merekam momen senja itu baik-baik dalam memori otaknya. Setiap detik adalah harta yang berharga. Kana tak ingin kehilangan satu detik pun.
Matahari yang terbenam itu indah. Tapi kebersamaannya dengan Damar jauh lebih indah. Kana tak ingin menukarnya dengan apapun. Kana tak ingin bertukar tempat dengan siapapun.
“Look, honey… it’s so romantic…” bisik Damar sambil memeluk Kana dari belakang. Berdua mereka memandangi langit yang jingga keunguan. “Yeah… it is…” sahut Kana. Senja itu memang terasa sangat romantis. Karena Damar ada di sisi Kana. Keduanya tak terlalu banyak bicara satu sama lain. Hati mereka yang bicara lebih banyak. Kana mendengar seruan hati Damar setiap saat, “I love you…”. Kana merasakan Damar mengecup punggungnya lalu memeluknya lebih erat lagi. Kana memejamkan matanya. Ia tak ingin berpisah lagi dari Damar. Bahkan berpisah beberapa hari saja sudah terasa seperti terlalu lama baginya. Tapi Kana tak pernah berani menggantungkan harapannya terlalu tinggi. Hari ini saja. Untuk hari ini saja. Begitulah yang diajarkan Damar padanya. Hiduplah untuk hari ini saja. Lakukan semuanya untuk hari ini saja. Sebenarnya hal itu sangat bertentangan dengan pola pikir Kana yang terbiasa panjang dan terorganisir, penuh dengan segala macam tindakan prevensi, rencana A, B, C sampai Z. Namun Kana merasa, tak ada salahnya jika dalam satu-dua hal ia mengikuti pola pikir Damar.
“Mau cari orang lain?” tanya Damar. Kana menggeleng dalam pelukan Damar. “Tambatan terakhir?” tanya Damar lagi. Kana mengangguk. Tambatan terakhir. Hati Kana sedikit tersayat mendengarnya. Ia selalu berharap setiap laki-laki yang singgah dalam hidup beberapa tahun terakhir ini adalah tambatan terakhirnya. Jiwanya yang telah lelah berlayar sangat ingin berlabuh. Namun sayang, semua lelaki itu tidak menjadikannya tempat parkir. Kana hanya jadi shelter. Tempat pemberhentian sementara, bukan tujuan akhir. Maka hatinya diliputi sedikit ragu ketika mendengar Damar bertanya. Akankah…? Kana hanya bisa berharap dan mengusahakan yang terbaik. Kana hanya bisa berharap dirinya cukup baik untuk Damar. Besok Damar pulang. Kana masih harus tinggal sehari lagi di Bali karena mereka tidak berhasil mendapatkan jadual kepulangan yang sama. Kana merasa ada sesuatu yang mulai hilang dalam dirinya. Ia akan sendirian besok. Tak ada Damar. Kana sendirian. Hal terbaik yang bisa dilakukannya adalah menikmati setiap detik kebersamaan mereka malam ini. Sama seperti ia menikmati setiap detik kebersamaan mereka di tepi pantai sore tadi.
Kana duduk sendirian di teras Black Canyon Coffee. Teras itu menghadap langsung ke laut. Pantai masih sepi. Baru pukul duabelas siang. Masih terlalu terik untuk berjemur. Kana membiarkan angin mempermainkan rambutnya yang terurai. Aroma laut tercium. Kana menghirup dalam-dalam aroma yang menguar di sekitarnya. Aroma laut adalah aroma kedua yang disukainya. Aroma pertama yang disukai Kana adalah bau tanah dan udara basah sehabis hujan.
Alam terlihat tenang. Hanya ada debur ombak di kejauhan yang membuih putih. Kana menikmati suasana itu, tapi hatinya kosong. Kana sendirian. Tak ada Damar di sisinya. Tentu semuanya akan jauh lebih indah jika laki-laki itu ada di sisinya saat ini. Kana kesepian di tengah keramaian. Sedikit menyesal karena tak membawa laptop-nya, Kana melewatkan waktu makan siangnya sambil membaca. Tapi pikirannya sulit fokus pada bukunya. Pemandangan yang indah, hembus angin laut yang sejuk, lagu-lagu mellow yang mengalun di kafe dan kesendirian yang dirasakannya membuat pikiran Kana terpecah. Antara kesepian, rindu dan nikmat. Lagu-lagu yang diputar mengingatkannya pada Damar. Kana menghela nafas.
“You used to be a good friend to loneliness, Kana. Now, all the best that you can do is letting it come to accompany you here…” Kana bicara pada dirinya sendiri. Jiwanya hampa dan hatinya perih, tapi ia mencoba berkompromi dengan rasa sepi yang setia menemaninya. Hanya sehari ini saja, besok ia akan pulang dan bertemu lagi dengan Damar.
Setelah satu jam duduk di kafe itu, Kana memutuskan untuk berjalan menyusuri pantai. Laut masih surut dan jauh. Kana berjalan di atas pasir padat yang basah. Pantai benar-benar sepi, hanya ada beberapa orang yang berenang saja. Andai saja pantai ini bisa selalu sesepi ini, tentu pengalaman kemarin akan terasa lebih dalam. Kana berjalan perlahan. Menikmati sapaan angin laut yang sejuk. Berbagai percakapannya dengan Damar berkelebat di rongga kepalanya.
“Do you love me…?”
“I do…”
“Really…? Seberapa besar?”
Kana menghela nafas dan berpikir, “Aku nggak mau menukar tempatku saat ini dengan siapapun.”
Damar tersenyum.
“Do you love me…?”
“I do…”
“Really…? How much?”
Ganti Damar yang menghela nafas, “Kalau ada laki-laki lain yang minta tukar tempat sama aku, pasti bakal aku gebuki!”
Lalu mereka tertawa bersama.
“Mau cari orang lain?”
Kana menggeleng.
“Tambatan terakhir?”
Kana mengangguk.
Meski dengan sejuta ragu dalam hatinya, Kana tetap mengangguk. Bukan ragu atas keinginannya menjadikan Damar sebagai tambatan terakhirnya. Tapi ragu atas kemampuan Damar bertahan dengannya hingga benar-benar menjadi tambatan terakhirnya. Selama ini “tambatan terakhir” hanya menjadi mimpi semu bagi Kana.
Kana berdiri memandangi debur ombak yang berkejaran ke pantai. Membiarkan pikirannya lepas. Kana selalu merasa nyaman berada di dekat Damar. Laki-laki itu bisa memberinya rasa aman dan kebebasan pada saat yang bersamaan. Cintanya begitu besar pada Damar, sampai-sampai Kana sendiri tak tahu, seberapa besar sebenarnya rasa itu tumbuh dalam hatinya. Begitu besar dan begitu dalam terasa. Jauh melebihi apa yang pernah dirasakannya sebelumnya. Begitu besar dan dalam hingga Kana sering ketakutan. Takut jika suatu hari Damar pergi, ia tak akan lagi mampu bertahan sendirian. Kana menyadari dirinya lemah. Ia mempercayakan jiwanya yang rapuh pada Damar. Hatinya tinggal sekeping. Namun kepingan terakhir itu diam-diam telah ia berikan kepada Damar. Kana tak tahu apa yang akan terjadi seandainya Damar memutuskan untuk membuang kepingan itu jauh-jauh.
Semalam, Kana menghabiskan bermenit-menit untuk mengamati wajah Damar yang terlelap di sebelahnya. Pikirannya melayang jauh kembali ke beberapa tahun silam.
Kana duduk menghadapi komputernya. Kantor masih sepi. Baru ia dan office boy saja yang datang. Kana memang datang lebih pagi hari ini karena ada beberapa pekerjaan yang tidak tuntas dikerjakannya kemarin. Diperhatikannya layar komputer yang berpendar di hadapannya. Ketika Kana membuka situs pertemanan yang sedang naik daun, ia mendapati dua buah pesan di home page-nya. You have friend requests. You have new messages. Kana tersenyum sendiri. Ia selalu excited jika melihat indikator-indikator itu tercetak dengan huruf tebal. Kana meng-klik pilihan ‘you have friend requests’ lebih dahulu. Ada 2 orang yang memasukkannya ke dalam daftar teman. Yang seorang adalah Ira, temannya semasa SD dulu. Yang satu lagi bernama Damar. Kana tidak kenal. Kana memutuskan untuk melihat profil si pemilik nama ‘Damar’.
Ketika halaman utama profilnya terbuka, Kana mendapati foto yang terpampang adalah foto sekelompok anak Punk dengan dandanan ekstrim. Kana bahkan tak tahu, yang mana Damar. Ada beberapa foto yang di upload di halaman profil itu. Akhirnya Kana mendapati satu foto yang agak lebih jelas, walaupun tak terlalu jelas karena diambil dari samping. Hanya saja, laki-laki dalam foto itu berpose sendirian. Pastinya itu lah ‘Damar’. Kana mengamati uraian dalam profilnya. Sebenarnya tidak terlalu menarik. Biasa saja. Profil yang tidak diisi dengan kesungguhan hati. Bisa saja isinya hanya dusta belaka.
“Siapa sih ini… nggak jelas banget…” gumam Kana. Namun sejurus kemudian matanya tertuju pada sesuatu yang menarik perhatiannya. Hanya dua hal yang membuat Kana tertarik. Laki-laki itu menuliskan ketertarikannya pada penyakit adiksi pada kolom ‘interest’ dan tempatnya bekerja adalah sebuah LSM, Payung Jiwa. Kana tahu, beberapa teman baik suaminya juga bekerja di sana. ‘Suami’, betapa Kana ingin muntah ketika kata itu melintas di dalam rongga otaknya. Akhirnya Kana memutuskan untuk membiarkan laki-laki itu, Damar, atau siapapun namanya, untuk memasukkan dirinya ke dalam daftar temannya.
Kana kembali ke home page-nya untuk memeriksa, siapa yang telah mengirim email kepadanya. Ada 3 pesan. Dua pesan berantai yang tidak penting dan satu dari Damar. Kana membuka pesan dari Damar. Isinya hanya satu kalimat pendek.
Hai, boleh kenalan nggak? Mata kamu bagus…
Kana mencibir. “Standar banget!” Rutuknya dalam hati. Tapi tak urung pesan itu dibalas juga dengan tak kalah singkatnya.
Boleh.
Kana menekan pilihan ‘send’.
Dua tahun yang lalu. Dua tahun yang singkat. Ada masa-masa di mana Kana tak pernah merespon SMS, email ataupun ajakan chatting Damar. Kana sibuk tenggelam dalam pekerjaannya untuk melarikan diri dari konflik pribadi dengan suaminya. Kana sedikit malas berhubungan lagi dengan Damar karena laki-laki itu dianggapnya ingkar janji ketika mereka akan bertemu. Kana hanya menagih janji Damar untuk meminjamkan bukunya. Tapi Damar tak datang. Katanya ia sakit, maka tak bisa datang. Kana kecewa, tapi tak bisa memaksa kalau memang Damar sakit. Setelah itu, Kana menghapus nama Damar dari daftar teman chatting di messenger-nya dan menghapus nomor telepon laki-laki itu dari daftar kontak di telepon genggamnya. “Buang jauh-jauh semua yang menyakiti dan mengecewakan kita.” Begitu pikir Kana saat itu.
Sampai pada satu titik, ketika namanya mulai terlupakan, Damar kembali menghubunginya.
Tuesday, 23 May, 2006 6:43 PM
Subject: how are you?
Message:
Kana terkejut membaca surat elektronik yang masuk. Ia lupa menghapus Damar dari daftar temannya di web site. Bu. Damar sering sekali memanggilnya dengan sebutan ‘bu’, membuat Kana merasa jadi sangat jauh lebih tua dari Damar. Dan deretan pertanyaan itu seperti interogasi saja. Tak ada cerita tentang dirinya sendiri. Tak ada sedikit jejak soal ke mana saja laki-laki itu pergi selama ini. “So typical of him.”, pikir Kana. Lalu ia menekan pilihan “Reply”
Tuesday, 23 May, 2006 6:43 PM
Subject: Re: how are you?
Message:
Kana menekan pilihan “Send”
Dua hari sudah berlalu ketika Kana tiba-tiba melihat indikator New Messages di komputernya. Dibukanya kotak masuk. Damar. Lagi.
Thursday, 25 May, 2006 9:37 AM
Subject: Re: how are you?
Message:
dah lupa ya non hp gw???? 08562193767Gmn anak lu sehat2? hp lu berapa? thanks..Best regards damar
HP lu berapa? Kana tersenyum. HP-ku ada dua. Gumamnya dalam hati. Kana mencatat nomor telepon genggam Damar, setelah itu Kana kembali tenggelam dalam pekerjaannya dan lupa membalas email Damar.
Tiga hari setelah itu, Kana mendapat pesan. Mantan suaminya, yang kabarnya belakangan ini sakit-sakitan, mengirim SMS. Isinya singkat saja. Kana dan anaknya diminta melakukan tes HIV, karena Adi, mantan suami Kana, positif mengidap HIV. Kana geram. Sebelum mereka menikah, Kana sudah pernah menanyakan pada Adi apakah ia sudah pernah menjalani tes HIV. Adi menyatakan dirinya negatif, tapi ia tidak bisa memperlihatkan hasil tesnya. “Hilang”, hanya begitu alasannya. Dan Kana percaya. Kana menanggapi SMS itu dengan dingin, namun otaknya berputar dengan cepat. Kana segera mengatur jadual tes untuk ia dan anaknya di sebuah rumah sakit. Dua hari kemudian Kana menghadapi kenyataan bahwa dirinya juga positif. Anehnya, Kana tak merasa galau. Mungkin ia terlalu lega karena anaknya negatif. Kana memendam semuanya sendiri. Hal berikutnya yang ia lakukan adalah mengirim SMS kepada Adi untuk memberitahukan hasilnya, dan meminta Adi menjauhi dirinya, anaknya dan rumahnya. Kana benar-benar tak mau ada urusan lagi dengan laki-laki itu.
Akhirnya Kana memang memutuskan untuk memberitahu fakta tersebut kepada beberapa orang sahabat terdekatnya. Mereka semua tercengang melihat ekspresi Kana yang dingin saat bercerita. Seolah-olah apa yang menimpanya adalah sesuatu yang sangat biasa. Tak ada yang tahu, betapa hati Kana koyak. Namun ia merasa, kemarahan bukan lah penyelesaian.
Hampir satu bulan kemudian Kana mendapati nama Damar di kotak surat elektroniknya lagi. Kana merasa sedikit excited membaca nama Damar pada kolom pengirim. Kana tahu, tak akan ada cerita. Hanya akan ada pertanyaan-pertanyaan saja. Damar tidak pernah bercerita panjang lebar dalam email-nya. Semua selalu pendek-pendek dan terdiri dari beberapa pertanyaan saja. Sedikit membosankan. Tapi Kana ingat, saat mereka chatting, Damar sering bercerita macam-macam. Hanya saja semuanya berkisar pada urusan adiksi. Mereka melewati perdebatan soal adiksi. Damar mengatakan adiksi adalah penyakit. Kana tidak setuju, menurutnya adiksi adalah termasuk masalah manajemen behaviour. Damar mengatakan bahwa adiksi itu genetis, ada faktor bawaan. Kana tidak setuju, karena Kana tidak pernah merasa kecanduan atas benda apa pun kecuali rokok dan teh botol. Damar mengatakan bahwa sekali jadi pecandu, maka seseorang akan terus jadi pecandu seumur hidupnya. Kana tidak setuju, menurutnya kecanduan bisa dihentikan dan tidak berlangsung seumur hidup. Banyak sekali hal yang mereka perdebatkan di jalur chatting. Tapi itu tak berlangsung lama. Kana sedikit demi sedikit mulai mengurangi frekuensi chatting-nya dengan Damar. Sering Kana tidak membalas sapaan Damar di jalur chatting. Dan finalnya adalah Kana menghapus nama Damar begitu saja dari daftar teman chatting di messenger-nya.
Subject: apa kabar?
Message:
hey gimana nich kabarnya???? btw no hp lo dah ganti ya??? no yg sekarang berapa?? lu sehat2 aja??? regards damar
Ada sedikit rasa bersalah dalam hati Kana karena tak membalas email sebelumnya. Maka ia segera menekan pilihan “Reply”. Kana memutuskan untuk menceritakan keadaannya pada Damar. Entah kenapa, ia sendiri tak tahu. Ia hanya merasa Damar orang yang tepat. Itu saja. Padahal Kana belum pernah bertemu dengan Damar. Rencana mereka untuk bertemu telah gagal dua tahun yang lalu, dan setelah itu mereka hilang kontak sampai bulan lalu Damar mengiriminya email. Kana hanya mengikuti intuisinya saja. Damar mungkin orang yang tepat untuk diajak berbagi dalam urusan ini. Mungkin.
Wednesday, 14 June, 2006 3:34 PM
Subject: Re: apa kabar?
Message:
Kabar nggak terlalu baik, aku positif kena HIV, ketularan mantan suamiku. alhamdulillah anakku negatif. Hp-ku 0811223322. kabar kamu sendiri gimana?
Kana menekan pilihan “Send”. Hatinya sedikit bimbang. Kana tidak tahu apakah tindakannya bercerita pada Damar adalah hal yang tepat atau bukan. Tapi yang jelas, Kana merasakan ada sedikit kelegaan menyeruak di antara bilah-bilah hatinya yang sedang gelisah. Satu beban setidaknya telah mulai terlepas. Itu baik untuknya. “There’s no turning back” batin Kana. Email itu telah terkirim dan tidak bisa dibatalkan.
Esoknya, Kana mendapati jawaban dari Damar telah bertengger di kotak masuknya. Dan ketika pesan itu dibacanya, seperti biasa, tidak semua pertanyaannya dijawab oleh Damar. Laki-laki itu malah balik bertanya padanya.
Thursday, 15 June, 2006 12:34 PM
Subject: Re: apa kabar?
Message:
Mantan??? Lu cerai??? Kapan??? why????Lu ga sendirian koq....alhamdullilah anak lo ga pa2....tapi lo juga ga pa2 koq asal terus jaga kesehatan dan check ur condition...kalo mo share lu bisa telp gw koq..anytime...lu punya komunitas kalo mo gabung... Regards damar
Kana menghela nafas. Ia tahu, ia tidak sendirian. Tapi ia tak ingin bertemu dengan orang-orang yang notabene senasib dengannya. Belum ingin. Mungkin suatu saat nanti ia mau. Kana sendiri tidak tahu. Tapi yang jelas, saat ini ia tidak ingin bertemu dengan orang-orang itu. Baginya tak ada gunanya bertemu dengan mereka, “Paling-paling cuma sekumpulan orang depresi doang…” batin Kana dalam hati. Kana memutuskan untuk membalas surat elektronik Damar.
Thursday, 15 June, 2006 1:15 PM
Subject: Re: apa kabar
Message:
Iya, aku udah setaun yang lalu cerai. Nggak cocok lah. Biarin aja. Aku rasa ini yang terbaik buat semua. Tapi sekarang aku udah punya cowok lagi sih…. Mudah-mudahan cocok. Hehehehehe….
Kana menekan pilihan “Send”.
Esoknya Kana kembali mendapati balasan dari Damar sudah menduduki peringkat teratas di kotak masuknya. Pesan itu ditulis pada malam sebelumnya.
Thursday, 15 June, 2006 7:46 PM
Subject: Re: apa kabar?
Message:
Cepet bgt dapet gebetan barunya hehehehehehehe baru juga mo daftar wuakakakakakakakakak.......... ya udah enjoy ur life..... regards damar
Kana tersenyum sendiri membaca pesan dari Damar. Baru juga mau daftar. “Memangnya dia pikir aku buka praktek, sampai harus daftar segala!” ujar Kana dalam hati.
Dua tahun lebih sudah berlalu. Dua tahun sejak email pertama yang dikirimkan Damar padanya. Dan sekarang laki-laki itu terbaring lelap di sampingnya. Kana tak pernah berpikir bahwa akhirnya ia akan berbagi tempat tidur dengan Damar.
Buih air laut yang menyapa ujung jari kakinya menyadarkan Kana dari lamunannya. Entah sudah berapa lama ia berdiri tertegun di pantai itu sendirian. Mungkin sudah cukup lama. Kana memutuskan untuk meneruskan perjalanannya menyusuri pasir di pantai itu. Sendiri. Kana berjalan sedikit bergegas. Ia ingin segera tiba di hotel untuk beristirahat sejenak. Menjelang senja nanti Kana berencana untuk pergi lagi ke pantai sendirian. Menikmati senja terakhir di Bali. Sendirian.
Setelah beristirahat selama beberapa jam, Kana memutuskan untuk kembali pergi ke pantai. Senja di pantai Kuta tak sama rasanya karena tak ada Damar. Keindahannya seolah berkurang. Tak terasa magis. Begitu hampa. Kana berusaha menikmati sebisanya. Namun sudah terlambat, karena ia tak lagi bisa merasakan keindahan senja itu sendirian sekarang. Segalanya terasa tak sempurna. Kana bahkan tak mau mendekat pada pasir dan pantai. Kana hanya duduk di teras Circle K sambil menikmati segelas Ice Capuccino yang rasanya tidak enak. Kana merasa hatinya pasti akan robek jika ia mendekat pada pasir dan pantai seperti kemarin. Kana tak mau menangis sendirian di tepi laut yang ramai. Maka ia memilih comfort zone yang cukup jauh dari pantai, namun tetap bisa menikmati matahari yang tenggelam dan langit sore yang berwarna jingga semu ungu.
Menjelang malam, Kana pergi ke Starbucks Coffee untuk segelas Iced Grande Hazelnut Latte kesukaannya. Ia merasa harus membayar rasa Ice Capuccino yang tidak enak sore tadi dengan segelas kopi dingin yang memang benar-benar layak untuk dinikmati. Untung kedai kopi itu terletak di seberang hotel tempat ia menginap. Tepat bersebelahan dengan sebuah diskotik dan kafe yang mengusung musik-musik berirama reggae. Suasana memang gaduh, namun Kana merasa nyaman. Kana memang suka memperhatikan sekelilingnya. Di mana pun ia berada.
Kana mengamati orang yang lalu lalang di jalan yang sudah mulai ramai. Waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh malam. Klab-klab dan kafe-kafe sudah mulai ramai dikunjungi orang. Musik yang berdentam dari Bounty meretas malam. Kana berhenti menulis sejenak untuk menyalakan rokoknya. Rasa sepi tiba-tiba menyusupi relung hatinya menggantikan rasa nyaman yang sebelumnya bersarang. Di tengah hingar-bingar musik yang dimainkan dan di tengah ramainya orang yang mulai mencari hiburan malam, Kana merasa sendirian. Ia memang sendirian. Kana rindu pada Damar. Kana memutuskan untuk berhenti menulis. Selain baterai laptop-nya sudah hampir habis, menulis dalam keadaan rindu tidak akan menghasilkan tulisan yang bagus. Itu menurut Kana. Maka Kana beralih pada bukunya. Namun membaca dalam keadaan seperti itu juga membuat Kana tidak dapat fokus pada apa yang dibacanya. Akhirnya Kana menutup bukunya dan mulai menikmati kopinya sambil merokok dan memperhatikan jalan di hadapannya.
Kana ingin malam cepat berlalu agar esok segera tiba dan ia bisa segera terbang pulang. Bertemu lagi dengan Damar. Kana merasakan waktu berjalan sangat lambat. Ia menangis dalam hati karena merasa jiwanya begitu kosong. “Hold it Kana. Just one more day… it’s not even a day, just a few hours more…” Kana mencoba menghibur dirinya sendiri. Namun tak urung Kana merasakan bola matanya menghangat. Kana merasakan kehampaan bercampur rasa takut mulai mengisi hatinya. Takut ia terlalu tergantung pada Damar. Takut ia tak bisa berdiri sendiri jika Damar tak ada. Takut ditinggalkan. Takut. Takut. Takut. Dan takut.
Kana tidak tahu, kapan rasa takut itu sebenarnya mulai muncul. Ia hanya baru sadar saat itu. Kana merasa sangat lemah. Dan ia tidak terlalu suka dengan rasa itu. Dulu, Kana selalu sendiri. Ia berteman baik dengan rasa sepi dan kesendirian. Ia selalu bisa menikmati momen-momen kesendiriannya. Namun sekarang Kana merasa sulit sekali untuk bersahabat dengan kesendirian dan rasa sepi. Entah kenapa. Mungkin karena sekian lama ia selalu memiliki Damar yang dengan setia menemaninya. Damar yang selalu mau mendengarkan keluh kesahnya. Damar yang selalu menatapnya dengan penuh cinta. Tatapan yang kadang membuat Kana salah tingkah.
Akhirnya hari itu datang juga. Hari Minggu. Hari di mana Kana akan terbang pulang menemui Damar. Kana mengamati landasan pacu yang berbatasan dengan laut dari jendela Smoking Lounge Ngurah Rai International Airport yang terletak di lantai dua. Pemandangan itu tak setiap hari bisa ditemuinya. Kana senang melihat pesawat-pesawat yang bergantian mendarat dan lepas landas. Sepertinya ia merasa akan selalu rindu pada pulau itu. Entah kapan ia akan bisa kembali lagi. Dengan Damar tentunya. Menunggu sendirian bukanlah sesuatu yang terlalu menyenangkan untuk dilakukan, namun Kana tak punya pilihan lain. Ia harus sendiri sampai tiba di Bandung nanti.
Setelah hampir satu jam terlambat, akhirnya Kana naik juga ke pesawat yang akan membawanya pulang. Tempat duduknya tepat di pinggir jendela. Dari situ Kana bisa melihat laut yang menjauh ketika pesawat mulai bergerak. Potongan percakapannya dengan Damar berkelebat di kepala Kana.
“Do you love me…?”
“I do…”
“Really…? Seberapa besar?”
Kana menghela nafas dan berpikir, “Aku nggak mau menukar tempatku saat ini dengan siapapun.”
Damar tersenyum.
“Do you love me…?”
“I do…”
“Really…? How much?”
Ganti Damar yang menghela nafas, “Kalau ada laki-laki lain yang minta tukar tempat sama aku, pasti bakal aku gebuki!”
Lalu mereka tertawa bersama.
“Mau cari orang lain?”
Kana menggeleng.
“Tambatan terakhir?”
Kana mengangguk.
Kana memasang kaca mata hitamnya dan memandang landasan pacu yang terlihat seolah menjauh. Saat pesawat terasa terangkat, Kana melempar pandangan terakhirnya ke luar. Ke laut dan pantai yang semakin jauh.
“Damar…. Aku pulang….”
Some people want it all, but I just don’t want it at all
if I ain’t got you, baby…
Some people want diamond ring, some just want everything
Everything means nothing if I ain’t got you…
[If I ain’t got you – Alicia Keys]
- Una Partum Finite Incantotum -
Wednesday, November 22, 2006
She has made up her mind. She will be no longer waiting in vain and despair. She sees no future anymore. Not for her. Not for him. Not for them together. So, when the pain is getting worse, that is the right time to let go. Because she believes that letting go is the only way out for the situation.
The sky above her is glistening. The rain apparently had stopped a minute before. But the mist of it still lingers around her, gave her a gentle wet touch. She feels her heart beats slower. Beats in vain, for she has no one to come home to. No one to turn herself to. Worthless, is the word that she has been telling herself lately. Worthless and unwanted. It has been several times she tried to convinced herself that someone out there might be her knight in shining armour, but later on, she never find anybody would come closer.
Monday, November 20, 2006
It is the bonus of the hard work. Finally, a time on our own. We went out to Kuta beach this late afternoon to catch the sight of sunset. How I long to see the sunset on the beach, any beach! So, we strolled along the Legian street up to the beach and found the perfect spot to wait for the sun to set. This is my dream. Sitting on the beach sand with him by my side, watching the beautiful sun sets, surrounded by a magnificient orange coloured sky. It’s a simple thing that I can’t get everyday. My wish is granted today. So, I really treasure the moments with him. Feel myself in his arm, let the sea breeze play with my hair and smell the salty air around me.
I packed my simple dreams along with me when I flew from
I dropped him at the airport and bid him goodbye. I went to the Discovery Mall and had my hair done there. Afterwards, I went to have some coffee and salad at the Black Canyon Coffee.
I’m sitting all alone at the terrace, looking out to the beautiful scenery of Kuta beach. It’s rather quiet at this hour. The sea breeze kissed me. The back sound music is depressing and makes me wishing so hard that he’s here with me right this very moment. I used to enjoy myself for being alone, but it’s like centuries a go. I feel like déjà vu, finding myself sitting alone with a cup of coffee and a book in my hand.
After an hour or so, I decided to stroll along the sandy beach to the
Looking out to the sea, suddenly I feel so vulnerable and fragile. I need him so bad. I need his arms around me because that’s the only way that I could feel safe.
Monday, November 13, 2006
"Courage, it would seem, is nothing less than the power to overcome danger, misfortune, fear, injustice, while continuing to affirm inwardly that life with all its sorrows is good;
that everything is meaningful even if in a sense beyond our understanding;
and that there is always tomorrow."
(Dorothy Thompson)
Read it over and over again... The meaning is so strong... Just like us... hehehe...
-- Frika Chia
Tuesday, August 08, 2006
nggak tau kenapa, hari ini gue kok mellow banget rasanya. dengerin lagunya iwan fals aja mata gue langsung panas. dengerin samsons jadi kasuat-suat. dengerin kerispatih juga rasanya nggak puguh. dengerin lagunya ungu juga rasanya ngelangut banget. semua lagu kayaknya nggak ada yang asik buat didengerin. semua lagu rasanya jadi very very touchy termasuk lagu-lagunya 311, metallica, creed dan yang lain-lain [jadi maneh teh sabenerna rek resign atawa patah hati, ra???].
i know i'm gonna miss all of my friends here. my sales team [especially]. walaupun gue nggak pindah ke luar kota, tapi semua kegilaan yang pernah kita lewatin bareng nggak bakalan bisa tergantikan. gue yakin, di tempat baru gue nanti juga bakalan banyak kegilaan lain, tapi everything will never be the same. anehnya, gue baru 7 bulan gawe di sini, tapi rasanya gue berat banget ninggalin tempat ini. padahal dulu di tempat sebelumnya gue udah gawe 5 taun, tapi pas pindah gue biasa-biasa aja. mungkin karena temen-temen satu tim gue di sini jauh lebih kompak dan solid. ngapa-ngapain kita bareng. kemana-mana bareng. makan siang selalu bareng. dimarahin bareng. mencak-mencak juga bareng. pokoknya selalu bareng-bareng deh. that is one thing that i didn't get in my previous company.
anyway, life goes on. the show must go on. i've made my choice and i believe it's for my own good. it wasn't an easy thing to choose, but i did, so i must commit. i've always wanted to get a job in a new field, i'm kind of tired running around in the same field all these times.
well, guys... it's been one hell of a crazy semester with all of you. i know that it will draw a smile on my face whenever i remember it. those crazy days, those insanities, those mental actions, those weird jokes we made to each other, those nicknames, those dirty conversations and harassments, bloody insane people that worked together in one office area.
i'll miss you guys...
Nenon - the most weird and dangerous secretary i've known for life! a walking - warning for everyone: never abuse the secretary! because she can do anything deadly to you, like stirring the coffee with a pen or marker!
Like - the rebellious senior sales manager who will definitely argue over everything, including the smallest and the most unimportant things ever!!!
Irawan - the most [forced to be] calm sales manager who hates to have the 'golden boy' nickname given by others, merely a newcomer and always got harassed by others [newcomers always got harassed, don't they...? it's the rules]
Reza - the crazy sales executive and an ex-golden boy of the year who loves to harass Diana wholeheartedly every day, a daily competitor for backsound music in the office, an expert of the craziest idioms of the day
Diana - the most harrassable sales executive who needs to upgrade her inner PC from Pentium II to Pentium IV in order to catch up all the jokes and harassments in the office [no hard feelings, Di...]
Sherleena - our beloved sidekick from the reservation who is always willing to join the crowd for lunch, cigarettes and harassments
jadikan aku kenangan terindah dalam hidup kalian ya.... [Samsons bangaaaaat....]
Monday, August 07, 2006
Thursday, August 03, 2006
Tuesday, August 01, 2006
aku memandangi langit senja
Awan menyembunyikan wajahmu
di balik gulungannya
Setiap waktu
yang terlewati tanpamu
adalah sepi
Setiap saat
yang terlalui denganmu
adalah cahaya mentari
Canda yang terurai di antara kita
tak akan terganti
Semua yang mengalir tanpa tujuan
adalah murni
Semua yang mengalir tanpa rencana
adalah jujur
Maka biarlah semuanya
seperti ini saja
Murni dan jujur
Tanpa campur tangan logika
Thursday, July 27, 2006
Tuesday, July 25, 2006
Thursday, July 13, 2006
Thursday, July 06, 2006
Tuesday, July 04, 2006
Wednesday, June 28, 2006
Tuesday, June 20, 2006
Wednesday, June 14, 2006
Destiny's Child
Remember the first day when I saw your face
Remember the first day when you smiled at me
You stepped to me and then you said to me
I was the woman you dreamed about...
Remember the first day when you called my house
Remember the first day that you took me out
We had butterflies although we tried to hide it
And we both had a beautiful night...
The way we held each others hand
The way you talked, the way we laughed
It felt so good to find true love
I knew right then and there you were the one...
I know that he loves me cause he told me so
I know that he loves me cause his feelings show
When he stares at me you see he cares for me
You see how he's so deep in love...
I know that he loves me cause it's obvious
I know that he loves me cause it's me he trusts
And he's missing me if he's not kissing me
And when he looks at me, his brown eyes tell his soul...
Remember the first day, the first day we kissed
Remember the first day we had an argument
We apologised, and then we compromised
And we haven't argued since...
Remember the first day we stopped playing games
Remember the first day you fell in love with me
If felt so good for you to say those words
'Cause I felt the same way to...
The way we held each other hands
The way you talked the way we laughed
It felt so good to fall in love
I knew right then and there you were the one...
I know that he loves me cause he told me so
I know that he loves me cause his feelings show
When he stares at me you see he cares for me
You see how he's so deep in love...
I know that he loves me cause it's obvious
I know that he loves me cause it's me he trusts
And he's missing me if he's not kissing me
And when he looks at me, his brown eyes tell his soul...
For my beloved brown eyed husband....
Tuesday, June 13, 2006
Monday, June 12, 2006
Wednesday, June 07, 2006
Sapardi Djoko Damono
The day will come
When my body no longer exists
But in the lines of this poem
I will never let you be alone
The day will come
When my voice is no longer heard
But within the words of this poem
I will continue to watch over you
The day will come
When my dreams are no longer known
But in the spaces found in the letters of this poem
I will never tire of looking for you
Sapardi Djoko Damono
As I wait for you, kapok pods harden
With the peak of this barren dry season
A few junes only bloomed and wilted inside me
Which I carefully noted but silently let go
Small clouds pass over the bridge as I wait for you
Seasons condense amid my eyelashes
I hear the repeated sound of air waves breaking
Passion and lust is naked here, the stars are restless
Thin dry seasons have fallen: something suddenly falls silent
Even among the clamor of the kapok and frangipani flowers
I wait for you
Ever more rarely the clouds pass by
And nothing, not even you, have I ever waited for so long
Tuesday, June 06, 2006
Sunday, June 04, 2006
Avril Lavigne
Are you aware
of what you make me feel, baby
Right now I feel invisible to you,
like I'm not real
Didn't you feel me
lock my arms around you?
Why'd you turn away?
Here's what I have to say
I was left to cry there,
waiting outside there
grinning with a lost stare
That's when I decided
Why should I care
Cuz you weren't there when I was scared
I was so alone
You, you need to listen
I'm starting to trip,
I'm losing my grip
and I'm in this thing alone...
Am I just some chick
you place beside you
to take somebody's place
when you turn around
can you recognize my face
you used to love me,
you used to hug me
But that wasn't the case
Everything wasn't ok
I was left to cry there
waiting outside there
grinning with a lost stare
That's when I decided
Crying out loud
I'm crying out loud
Open your eyes
Open up wide
Why should I care
Cuz you weren't there when I was scared
I was so alone
Why should I care
Cuz you weren't there when I was scared
I was so alone
Why should I care
If you don't care, then I don't care
we're not going nowhere...
Avril Lavigne
I'm Standing on a bridge
I'm waiting in the dark
I thought that you'd be here by now
Theres nothing but the rain
No footsteps on the ground
I'm listening but theres no sound
Isn't anyone trying to find me?
Won't somebody come take me home?
It's a damn cold night
Trying to figure out this life
Won't you take me by the hand
take me somewhere new
I dont know who you are but I...
I'm with you
I'm looking for a place
searching for a face
is anybody here i know
cause nothings going right
and everything is a mess
and no one likes to be alone
Isn't anyone trying to find me?
Won't somebody come take me home?
It's a damn cold night
Trying to figure out this life
Wont you take me by the hand
take me somewhere new
I dont know who you are but I...
I'm with you...
I pray you'll be our eyes
And watch us where we go
And help us to be wise
In times when we don't know
Let this be our prayer
As we go our way
Lead us to a place
Guide us with your Grace
To a place where we'll be safe..
La luce che to dai
[The light that you give us]
I pray we'll find your light
Nel cuore resterò
[Will stay in our hearts]
And hold it in our hearts
A ricordarchi che
[Reminding us]
When stars go out each night
L'eterna stella sei
[You are an everlasting star]
Nella mia preghiera
[That in my prayer]
Let this be our prayer
Quanta fede c'è
[There's so much faith]
When shadows fill our day
Lead us to a place
Guide us with your grace
Give us faith so we'll be safe...
Sognamo un mondo senza più violenza
[We dream of a world with no more violence]
Un mondo di giustizia e di speranza
[A world of justice and hope]
Ognuno dia la mano al suo vicino
[Grasp your neighbour's hand]
Simbolo di pace e di fraternità
[As a symbol of peace and brotherhood]
La forza che ci dai
[The strength that you give us]
We ask that life be kind
E'il desiderio che
[Is the wish]
And watch us from above
Ognuno trovi amore
[That everyone may find love]
We hope each soul will find
Intorno e dentro a sé
Another soul to love
Let this be our prayer
Just like every child
Needs to find a place
Guide us with your grace
Give us faith so we'll be safe...
E la fede che
[And the faith that]
Hai acceso in noi
[You've lit inside us]
Sento che ci salverà
[I feel will save us]
Music & Lyrics: Jimi Hendrix
Transcript: www.corrsonline.com
Now she's walking through the clouds
With a circus mind that's running wild
Butterflies and zebras and moonbeams and fairytales
All she ever thinks about is riding with the wind...
When I'm sad she comes to me
With a thousand smiles she gives to me, free
"It's alright, it's alright" she says
"Take anything you want from me"
"Anything..."
Now she's walking through the clouds
With a circus mind that's running wild
Butterflies and zebras and moonbeams and fairytales
All she ever thinks about is riding with the wind...
When I'm sad she comes to me
With a thousand smiles she gives to me free
"It's alright, it's alright" she says
"Take anything you want from me"
"Anything..."
Fly Little Wing...
I want her to fly...
JBJ, RS, Andreas Carlsson & Desmond Child
Looking at the pages of my life
Faded memories of me and you
Mistakes you know I've made a few
I took some shots and fell from time to time
Baby, you were there to pull me through
We've been around the block a time or two
I'm gonna lay it on the line
Ask me how we've come this far
The answer's written in my eyes
Every time I look at you
Baby, I see something new
That takes me higher than before
and makes me want you more
I don't wanna sleep tonight,
dreamin's just a waste of time
When I look at what my life's been comin' to
I'm all about lovin' you...
I've lived, I've loved, I've lost, I've paid some dues, baby
We've been to hell and back again
Through it all you're always my best friend
For all the words I didn't say and all the things I didn't do
Tonight I'm gonna find a way
Every time I look at you
Baby, I see something new
That takes me higher than before
and makes me want you more
I don't wanna sleep tonight,
dreamin's just a waste of time
When I look at what my life's been comin' to
I'm all about lovin' you...
You can take this world away
You're everything I am
Just read the lines upon my face
I'm all about lovin' you...
coffee bean & tea leaf - for the best salmon omelette in the morning... hmmm.... yummy!
starbucks plaza senayan - when coffee bean & tea leaf is fully occupied, this is the second choice that we have in mind...
eXcenter - for the best non-smoking concept mall [damn!] and the best cafes along the bridge, overlooking to the parking area...
hard rock cafe - the best steak and the best service!
plaza indonesia - the alternate palce when we walk along the bridge of eXcenter... hahaha!
mall ambassador - every girls love this place!
gajah mada plaza - cari toko sepatu dansa yang ternyata udah tutup tea! sialnya, malah pindah ke bandung! duh, capek-capek ke jakarta, malah buka di bandung!
warung podjok - one corner at the mall where we can feel a true indonesian atmosphere... hehehehe!
the premier - for the best treat of THE DA VINCI CODE!
sushi tei plaza senayan - well... we love sushi very much, don't we???
kinokuniya - the best bookstore ever!!!!
Di tengah malam yang sunyi, hatiku berbisik padaku untuk melepaskan semuanya. Merelakan dirinya mengarungi samudra semu dan meneruskan pencariannya yang abadi. Tak perlu lagi aku menunggu setiap hari, karena ia hanya hanya akan pulang di saat hati kecilnya menyuruhnya untuk pulang. Tidak karena aku yang menghiba di sudut kakinya. Tidak pula karena aku, dengan segenap hati yang sudah rombeng, mengemis belas kasihnya. Tak perlu lagi aku merendahkan martabatku padanya. Berbesar hati dan berlapang jiwa dengan membiarkannya meneruskan pencariannya adalah jalan terbaik bagiku saat ini. Pencarian itu tak akan pernah ada akhirnya. Dan tak ada gunanya aku terus mempertanyakan kepulangannya. Tak pula ada gunanya aku terus mengujinya dengan berbagai pilihan, karena ia tetap akan memilih apa yang sesuai dengan keinginannya. Tak peduli aku, sekarat, hampir mati di sini karena membutuhkannya. To love is to let go. If you really love someone, you have to set him free…
Jangan lagi melihat ke masa lalu! Jangan ingat-ingat lagi semua janjinya padamu! Jangan kau menuntut kata-katanya padamu dahulu! Ia bukan lah yang dulu, maka sebaiknya aku memang menutup buku ini, dan menggantinya dengan yang baru. Agar tenang batin ini menjalani sisa waktu yang tak banyak. Jika suatu hari nanti penyesalan menggantung di langit jiwanya, biarlah ia rasakan itu sebagai jawaban atas kepergiannya saat ini.
Matahari memang tak lagi terbit di langitku, namun masih ada bulan yang sinarnya setia menemani aku melewati malam-malamku yang sunyi. Menemani kesendirianku meniti waktu. Menghadirkan senyum di wajahku. Membawakan burung malam untuk menyanyikan kidung-kidung lara yang mendayu-dayu. Aku tahu, jiwanya menemaniku dari jauh. Meski bukan itu yang aku butuhkan saat ini, namun cukup lah untukku mengetahui ia mencintaiku dengan caranya sendiri. Cara yang kadang tak bisa aku lafalkan dalam logikaku. Tapi bukankah setiap orang memiliki caranya masing-masing untuk mencintai…?
Aku mencintainya, maka aku merelakannya…
Saturday, June 03, 2006
jika aku menyimpan duka dan lara, maka biarlah hatiku merahasiakannya dari duniaku...
Friday, June 02, 2006
Thursday, June 01, 2006
'ku katakan dengan indah, dengan terbuka
hatiku hampa, sepertinya luka menghampirinya
kau beri rasa yang berbeda
mungkin 'ku salah mengartikannya
yang 'ku rasa cinta...
tetapi hatiku…
selalu meninggikanmu,
terlalu meninggikanmu,
selalu meninggikanmu...
kau hancurkan hatiku, hancurkan lagi
kau hancurkan hatiku 'tuk melihatmu
kau terangi jiwaku, kau redupkan lagi
kau hancurkan hatiku 'tuk melihatmu...
tetapi hatiku…
selalu meninggikanmu,
terlalu meninggikanmu,
selalu meninggikanmu...
membuatku terjatuh dan terjatuh lagi,
membuatku merasakan yang tak terjadi,
semua yang terbaik dan yang terlewati,
semua yang terhenti tanpa 'ku akhiri...
kau buatku terjatuh dan terjatuh lagi,
kau buatku merasakan yang tak terjadi,
semua yang terbaik dan yang terlewati,
semua yang terhenti tanpa 'ku akhiri...
tetapi hatiku…
selalu meninggikanmu,
terlalu meninggikanmu,
selalu meninggikanmu...
kau hancurkan hatiku, tak tertahan lagi
kau hancurkan hatiku 'tuk melihatmu
kau terangi jiwaku, kau redupkan lagi
kau hancurkan hatiku 'tuk melihatmu..
.....
by peterpan
saatnya 'ku berkata
mungkin yang terakhir kalinya...
sudahlah lepaskan semua
'ku yakin ini lah waktunya...
mungkin saja kau bukan yang dulu lagi...
mungkin saja rasa itu telah pergi...
dan bila hatimu termenung
bangun dari mimpi-mimpimu...
membuka hatimu yang dulu
cerita saat bersamaku
mungkin saja kau bukan yang dulu lagi...
mungkin saja rasa itu telah pergi...
dan mungkin bila nanti
kita 'kan bertemu lagi
satu pintaku...
jangan kau coba tanyakan kembali
rasa yang 'ku tinggal mati
seperti hari kemarin
saat semua di sini...
tak usah kau tanyakan lagi...
simpan untukmu sendiri
semua sesal yang kau cari...
semua rasa yang kau beri...
by peterpan
di sini aku sendiri
menatap relung-relung hidupku
aku merasa hidupku
tak seperti yang 'ku inginkan
terhampar begitu banyak
warna kelam sisi hidupku
seperti yang mereka tahu...
aku merasa disudutkan kenyataan
menuntut diriku tanpa sanggup 'ku melawan
butakan mataku, semua tentang keindahan
menggugah takutku, menantang sendiriku
temui cinta, lepaskan rasa...
di sini aku sendiri
masih seperti dulu yang takut
aku merasa hidupku pun surut
'ku tumpukan harap
tergambar begitu rupa, samar
seperti yang 'ku rasakan
kenyataan itu pahit...
kenyataan itu sangatlah pahit...
aku merasa disudutkan kenyataan
menuntut diriku tanpa sanggup 'ku melawan
butakan mataku, semua tentang keindahan
menggugah takutku, menantang sendiriku
temui cinta, lepaskan rasa...
[fadli/PADI + iwan fals]
Monday, May 29, 2006
ada sedikit prahara tersimpan di dalam rongga jiwaku, saat aku harus memilih antara hatiku atau logika. saat kau mengharapkan pengertian dariku, saat itu pula aku terjatuh dan mencoba menggapai tanganmu yang tak terulur. telah aku berikan semua pengertian yang aku miliki untukmu... seluruhnya... hingga hilang sudah kepercayaanku atas cinta dan kebersamaan. semua terasa bagai omong kosong yang ditebarkan mimpi sebagai buaian indah.
cinta... jika aku mencintai seseorang, aku harus mau melakukan apa pun untuknya, meskipun nyawaku harus tergadai. jika cinta memanggil, aku datang walaupun yang aku terima hanya dera jiwa. jika aku menginginkan cinta, maka aku akan datang menghampirinya, walau tak jarang hanya kekecewaan yang aku dapati. jangan meminta darinya... karena bukan itu cinta yang sejati... biarlah waktu yang memberikan semua kesempatan yang tersisa untukku.
tak perlu lagi memintanya untuk kembali... biarlah ia tenggelam dalam pencarian abadinya. mungkin suatu hari nanti, ia akan sadari, bahwa sebenarnya ia tak pernah kehilangan apa pun... maka pendam saja semua pinta itu, biarkan ia menyesali masa lalunya ketika semuanya telah terlambat. mungkin hanya dengan begitu, sang waktu bisa mengajarkan sebuah arti penantian, pencarian dan penyesalan...
di batas keraguan tersimpan keyakinan ketulusan cintaku...
'ku ingin kepastian sungguh adanya aku untuk dirimu, kasih...
mengapa kau tak mengerti halusnya perasaanku...
kau goreskan keraguan...
namun 'ku menyayangimu walau hilang percayaku....
biar cinta menuntunku untukmu...
haruskah 'ku pergi darimu...
haruskah...
namun 'ku menyayangimu walau hilang percayaku...
biar cinta menuntunku untukmu....
[Kepastian by Rossa]
Sunday, May 28, 2006
di puncak tertinggi ini aku berdiri di bawah langit senja, menatap kotaku yang meredup cahayanya. hembus angin terasa sejuk, seolah mencoba menolongku menepis semua kesedihan dan kegelisahan yang berkarat dalam hatiku. jiwaku rasanya sudah mati, hanya ada sepotong raga kosong yang tersisa.
tak ada salahnya menikmati kesendirian. mungkin aku kurang memberi waktu pada diriku sendiri selama ini. mungkin ini adalah waktu yang tepat untuk memikirkan diriku sendiri. sepanjang hidupku aku selalu berusaha untuk membahagiakan orang lain. selalu berusaha untuk ada di setiap lekuk liku kehidupan orang lain, hingga saat mereka perlu bantuanku, aku sudah siap di belakang mereka. namun rupanya tak pernah ada yang adil di dunia ini. atau mungkin aku yang terlalu banyak berharap. berharap orang lain akan melakukan hal yang sama padaku, sementara mereka tak pernah menganggap aku pantas menerima pemujaan yang begitu hebat. maka kini tinggallah aku di sini, sendiri ditemani jiwa yang retak.
ke mana kah dirinya di saat aku butuh pegangan...?
di mana kah nuraninya ketika aku berseru padanya sampai jatuh berlutut dan memohonnya untuk datang...?
wahai kau yang mencintaiku... sedalam apa kiranya hatimu... aku yang tersungkur sendiri di bawah pijakan kenyataan, hanya bisa berharap mata hatimu terbuka sebelum nyawa ini melarut bersama angin senja...