Sambungan dari Tak Pernah Ada Kematian #3 | "Danu Saputra"
Ketika jiwa yang resah itu bangkit dari raga yang hancur dalam kebingungan, aku mengulurkan tanganku. Dia menyambutnya, tapi dengan marah.
"Di mana aku? Mengapa aku masih hidup?" tanyanya gusar.
"Kamu? Ini keabadian... Kamu terjebak bersamaku di sini..." ujarku.
"Selamanya...?" tanyanya lagi.
"Selamanya..." jawabku enteng.
Dia mendengus kesal... "Aku ingin mati!!!" jeritnya.
Aku tertawa kecil, "Mati? Mati katamu??? Hah! Kematian itu hanya ilusi!"
Dia menatapku dengan pandangan nyalang yang membakar jiwaku yang lusuh. "Kamu bohong! Aku harus mencoba lagi. Kali ini dari gedung yang jauh lebih tinggi!" ujarnya sambil menepis genggaman tanganku.
Aku menarik tangannya, "Dengarkan aku. Lihat ke bawah sana... Apa yang kau lihat?" kataku sambil menunjuk jasad yang hancur dan dikerubuti orang.
Dia melongokkan kepalanya ke bawah, "Mayat. Itu mayat!" jawabnya.
"Ya! Itu mayatmu, bodoh!" seruku dengan kesal. Dia mendongakkan kepalanya lalu memandang berkeliling. Menengok kakinya dan kakiku yang tak menapak. Menghayati eksistensi kami yang melayang di tengah-tengah antara bumi dan langit. "Mayatku???" tanyanya dengan binar aneh di matanya.
"Ya. Mayatmu. Kamu datang dari situ. Jelas?" jawabku, "Tubuhmu sudah hancur tak berbentuk. Kamu sudah tinggal nama. Itu pun jika ada yang ingat padamu." lanjutku sambil menarik tangannya menuju rooftop gedung.
"Jadi... Aku sudah mati? Begitu 'kan? Aku sudah mati!" ujarnya sambil mengguncang bahuku. Aku menepis guncangannya, "Dasar laki-laki bodoh! Sudah aku bilang kematian hanya ilusi...." gumamku sambil menyalakan sebatang rokok.
Dia duduk di sampingku. Bersama kami memandang horizon langit senja yang menjingga bersemu merah. Pekat seperti darahnya yang mengalir keluar dari jasad beku di bawah sana...
"Sekarang apa....?" tanyanya.
"Sekarang?" aku menghembuskan asap rokokku, "Kita terjebak dalam keabadian.... Bersama. Selamanya." jawabku ringan.
Dia? Mendengus keras, "Kamu penipu! Aku benci kamu!"
Aku merengkuh pundaknya dan berbisik di telinganya, "Sekarang kamu tahu... Tak pernah ada kematian... Tidak pernah!"
Bersambung di Kita Dan Lain-lain | Danu Saputra
No comments:
Post a Comment