Aku mencari cinta, dalam setiap tetes air hujan yang turun. Butiran kecil dan besar yang bening kebiruan itu semua membisu. Tak satupun jawab aku dapati. Tiap rinai meluncur turun ke bumi dalam kebisuan. Hanya ada suara percik mereka ketika menjemput tanah. Mungkin cinta memang tak ada di dalam mereka. Mungkin mereka memang tak punya cinta. Lalu, di manakah cinta harus aku cari…
Aku mencari ketulusan, dalam desau angin senja yang berhembus. Namun mereka berlalu begitu saja tanpa memberiku seuntai jawab. Tiap hembus datang dan pergi tanpa pesan tentang ketulusan. Hanya ada gemerisik suara ilalang bergesekan ketika mereka terlewati oleh angin. Mungkin ketulusan memang tak ada di dalam mereka. Mungkin mereka memang tak punya ketulusan. Lalu, di manakah ketulusan harus aku cari…
Aku mencari kedamaian, dalam tetes embun pagi. Namun butiran embun meluncur pergi dari dedaunan tanpa memberiku jawab. Yang tertinggal hanya kilaunya ketika bersentuhan dengan sinar matahari. Mungkin kedamaian memang tak ada di dalam mereka. Mungkin mereka memang tak punya kedamaian. Lalu, di manakah kedamaian harus aku cari…
Aku mencari kerinduan, dalam harum aroma tanah basah sehabis hujan. Namun harum tanah basah itu berangsur hilang seiring datangnya matahari. Mereka menguap tanpa memberiku jawab. Mungkin kerinduan memang tak ada di dalam mereka. Mungkin mereka memang tak punya kerinduan.
Aku mencari kejujuran, dalam semburat jingga langit senja. Namun semburat jingga itu kian menua dan akhirnya berganti dengan kekelaman. Mereka tenggelam dalam langit malam tanpa memberiku jawab. Mungkin kejujuran memang tak ada di dalam mereka. Mungkin mereka memang tak punya kejujuran.
Aku mencari… dan mencari. Namun tak ada yang memberiku jawab. Dan rongga jiwaku pun terasa semakin melebar. Menyisakan lubang yang menganga, penuh kehampaan. Aku ingin mengisi rongga itu, tapi aku tak bisa menemukan apa yang seharusnya tertuang ke dalamnya. Maka hampa itu masih bersarang hingga kini. Membunuh semua yang pernah singgah ke dalam hatiku. Mengikis dinding jiwaku perlahan setiap detik.
Tak ada lagi cinta, ketulusan, kerinduan dan kejujuran yang tersisa di dunia ini untukku. Mungkinkah itu jawab yang sebenarnya atas pencarianku?
[Lembang – 29 April 2007]
Aku mencari ketulusan, dalam desau angin senja yang berhembus. Namun mereka berlalu begitu saja tanpa memberiku seuntai jawab. Tiap hembus datang dan pergi tanpa pesan tentang ketulusan. Hanya ada gemerisik suara ilalang bergesekan ketika mereka terlewati oleh angin. Mungkin ketulusan memang tak ada di dalam mereka. Mungkin mereka memang tak punya ketulusan. Lalu, di manakah ketulusan harus aku cari…
Aku mencari kedamaian, dalam tetes embun pagi. Namun butiran embun meluncur pergi dari dedaunan tanpa memberiku jawab. Yang tertinggal hanya kilaunya ketika bersentuhan dengan sinar matahari. Mungkin kedamaian memang tak ada di dalam mereka. Mungkin mereka memang tak punya kedamaian. Lalu, di manakah kedamaian harus aku cari…
Aku mencari kerinduan, dalam harum aroma tanah basah sehabis hujan. Namun harum tanah basah itu berangsur hilang seiring datangnya matahari. Mereka menguap tanpa memberiku jawab. Mungkin kerinduan memang tak ada di dalam mereka. Mungkin mereka memang tak punya kerinduan.
Aku mencari kejujuran, dalam semburat jingga langit senja. Namun semburat jingga itu kian menua dan akhirnya berganti dengan kekelaman. Mereka tenggelam dalam langit malam tanpa memberiku jawab. Mungkin kejujuran memang tak ada di dalam mereka. Mungkin mereka memang tak punya kejujuran.
Aku mencari… dan mencari. Namun tak ada yang memberiku jawab. Dan rongga jiwaku pun terasa semakin melebar. Menyisakan lubang yang menganga, penuh kehampaan. Aku ingin mengisi rongga itu, tapi aku tak bisa menemukan apa yang seharusnya tertuang ke dalamnya. Maka hampa itu masih bersarang hingga kini. Membunuh semua yang pernah singgah ke dalam hatiku. Mengikis dinding jiwaku perlahan setiap detik.
Tak ada lagi cinta, ketulusan, kerinduan dan kejujuran yang tersisa di dunia ini untukku. Mungkinkah itu jawab yang sebenarnya atas pencarianku?
[Lembang – 29 April 2007]
1 comment:
pernahkah kau memberi cinta, dalam setiap tetes air hujan yang turun?
pernahkah kau memberi ketulusan, dalam desau angin senja yang berhembus?
pernahkah kau memberi kedamaian, dalam tetes embun pagi?
pernahkah kau memberi kerinduan, dalam harum aroma tanah basah sehabis hujan?
pernahkah kau memberi kejujuran, dalam semburat jingga langit senja?
hingga kau rasakan Syukur atas kepercayaanNYA, atas IjinNYA dan atas KasihNya, memnjadikanmu sebagai dewi pemberi cinta, ketulusan,kedamaian, kerinduan dan kejujuran pada setiap mereka.
Post a Comment